Makalah Agama Konghucu

PENDAHULUAN             Kong Hu Cu atau konfusis adalah seorang ahli filsafat Cina yang terkenal sebagai orang pertama pengembang siste...

Kamis, 15 Desember 2016

Makalah Agama Konghucu

PENDAHULUAN

            Kong Hu Cu atau konfusis adalah seorang ahli filsafat Cina yang terkenal sebagai orang pertama pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina yang mendasar. Ajarannya menyangkut kesusilaan perorangan dan gagasan bagi pemerintahan agar melaksanakan pemerintahan dan melayani rakyat dengan teladan perilaku yang baik.[1] 
Agama Konfusius atau Kong Hu Cu atau Konfusianisme adalah agama yang paling tua di Cina, tetapi bukan merupakan satu-satunya agama di sana. Sebagaimana sering dinyatakan dalam suatu pepatah Cina, yang menyatakan bahwa Cina mempunyai tiga agama tetapi yang tiga itupun sebenarnya hanya satu. Tiga agama yang dimaksud adalah Konfusianisme, Toisme dan Budhisme. Pepatah tersebut berarti bahwa di Cina ketiga agama tersebut telah saling penagruh mempengaruhi satu sama lain, sehingga sulit dan sukar membicarakan salah satunya tanpa mengaitkannya dengan yang lain.[2]
Pada abad ke-6 sebelum masehi, kehidupan agama dan moral masyarakat Cina sudah sedemikian merosot. Kebudayaan dan peradaban yang sebelumnya telah dibangun dengan susah payah oleh dinasti-dinasti sebelumnya, kini tinggal hanya merupakan bayangan saja. Pada saat itu kehadiran Kong Hu Cu merupakan jawaban terhadap kondisi masyarakat yang sudah melampaui batas-batas kemanusiaan, sehingga terpanggil untuk membangkitkan kembali agam Ru, agama orang lembut, bijak dan terpelajar. Karena itu, tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Kong Hu Cu berpusat pada kemanusiaan dan keduniakinian atau kurang memperhatikan hari kemudian. Memang Kong Hu Cu lebih menitikberatkan tentang apa yang harus dikerjakan manusia di dunia ini. Hari kemudian adalah refleksi hari ini. Hasil semua perbuatan di dunia kini akan dipanen di hari akhir. Titik berat kekinian dan kemanusiaan itu merupakan dorongan bagi pemeluknya untuk menjadi orang bijak ban bajik, baik terhadap orang tua, keluarga, tetangga maupun negaranya.[3]
Dalam mengajarkan ajaran-ajarannya ia tidak suka mengkaitkan dengan paham ketuhanan, ia menolak membicarakn tentang akhirat dan soal-soal yang bersifat metafisika, ia hanya seorang filosof sekuler yang mempermasalahkan moral kekuasaan dan akhlak pribadi manusia yang baik. Namun, dikarenakan ajaran-ajarannya lebih banyak mengarah pada kesusilaan dan mendekati ajaran keagamaan maka ia sering digolongkan dan dianggap sebagai pembawa agama.







PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Sejarah dan Pembawa Agama Kong Hu Cu
a.       Asal Usul Agama dan pembawa ajaran Konfusianisme
                 Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian disebut dengan Ru Jiao atau Ji Kauw yang berarti agama bagi umat yang lembut hati. Secara bahasa Awalnya agama ini bernama Ru jiao (教儒). Huruf Ru () berasal dari kata (-) ‘ren’ (orang) dan () ‘xu’ (perlu) sehingga berarti ‘yang diperlukan orang’, sedangkan ‘Ru’ sendiri bermakna () ‘Rou’ lembut budi-pekerti, penuh susila, () ‘Yu’–Yang utama, mengutamakan perbuatan baik, lebih baik, . He – Harmonis, Selaras, Ru – Menyiram dengan kebajikan, bersuci diri,. ‘Jiao berasal dari kata ‘xiao’ (berbakti) dan ‘wen’ (sastra, ajaran). Jadi ‘jiao’ berarti ajaran/sastra untuk berbakti. Maka Ru jiao adalah ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dan berkebajikan. Agama Khonghucu merupakan bimbingan hidup yang diberikan Thian (Tuhan Yang Maha Esa) yang diturunkan kepada para Nabi dan para Suci Purba serta digenapkan dan disempurnakan oleh Nabi Khonghucu. Ru jiao (Agama Khonghucu) ada jauh sebelum Sang Nabi Kongzi lahir. Dimulailah dengan sejarah (2952 – 2836 SM), Shen-nong (2838 – 2698 SM), Huang-di (2698 Nabi-Nabi suci Fuxi – 2596 SM), Yao (2357 – 2255 SM), Shun (2255 – 2205 SM), Da-yu (2205 – 2197 SM), Shang-tang (1766 – 1122 SM), Wen, Wu Zhou-gong (1122 – 255 SM), sampai Nabi Agung Kongzi (551 – 479 SM) dan Mengzi (371 – 289 SM). Para nabi inilah peletak Ru jiao (agama Khonghucu). Sedangkan Nabi Kongzi adalah penerus, pembaharu dan penyempurna Agama Khonghucu. Dalam Agama Khonghucu setidaknya dikenal ada 29 nabi, mulai dari Fu Xi sampai Khongcu (dari 2953 Sebelum masehi s/d 551 sebelum masehi). (bila dihitung dengan tahun sebelum masehi.[4]
Sekitar abad 16 M, Matteo Richi, salah satu misionaris dari Italia melihat bahwa diantara nabi-nabi dalam Ru Jiao, Nabi Khonghuculah yang terbesar. Sejak saat itu istilah Confuciansm, Konfusianisme lebih populer dan di indonesia dikenal sebagai Agama Khonghucu. Menurut kosa katanya sendiri, Ru Jiao berarti agama yang mengutamakan kelembutan atau keharmonisan. Di dalam Kitab Yangzi Fa diartikan sebagai Tong Tian Di Ren atau yang menjalinkan Thian (Tuhan), Di (Alam, Bumi) dan Ren (Manusia). Agama Khonghucu merupakan Agama Monoteis. Agama tersebut hanya mengenal satu Tuhan, yakni dikenal dengan istilah THIAN (Tuhan Yang Maha Esa), Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa ).[5]
Untuk memahami Agama Khonghucu, terlebih dahulu kita wajib mengetahui sejarahnya sejak dari awal sampai sekarang. Dari beberapa literatur dapat diketahui bahwa Nabi Khonghucu merupakan tokoh penerus dan yang menyempurnakan Ji Kau (Agama Khonghucu), bukan penciptanya. Jalan suci Giau ( 2355 SM – 2255 SM) dan Sun (2255 SM- 2205 SM). Ji kau (Agama Khonghucu) diturunkan Tuhan Yang Maha Esa dengan wahyu-wahyu yang diterima para Nabi dan Raja Suci Purba. Dalam Ji Kau (Agama Khonghucu), Nabi Khonghucu adalah Nabi besar terakhir yang telah menerima Wahyu (Thian Sik) dan yang dipilihNya menjadi Bok Tok atau Genta RokhaniNya yang memberitakan Firman Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia. Ia telah dijadikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sing Jien atau Nabi utusan-Nya yang meneruskan dan menyempurnakan ajaran suci dan sabda para Nabi.[6]
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa Agama Khonghucu muncul bukan pada zaman Nabi Khonghucu, melainkan sudah diturunkan Tuhan puluhan ribu abad/ ribuan tahun sebelum kehidupan Nabi Khonghucu. Pendiri dinasti Xia (2205-1766 SM) yang dikenal sebagai bapak Agama Ji (Ru Jiao) penulisan terakhir oleh tokoh penegak Ru Jiao, Meng Zi dalam Kitab Bingcu (Mengzi) Kitab Keempat Si Shu. Maka perlu digaris bawahi bahwasannya sejarah suci Ji Kau ini tidak identik sekedar dengan sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia di era Tiongkok Purba, melainkan kehendak Khalik Yang Maha Tinggi, Siang Tee (Shang Di) Merupakan sejarah Wahyu WahyuNya melalui Sheng Ren (Nabi) di dalam Ru Jiao. oleh karenanya merupakan asal muasal tumbuh kembangnya Agama yang diwayuhkan Tuhan bagi insan, yang lembut hati, beriman serta bersifat mulia dan abadi, maka disebut sejarah Suci Ru Jiao beserta Kitab–Kitab SuciNya.[7] Apabila masih terjadi perdebatan apakah ajaran Konfusius ini suatu agama atau merupakan suatu etika jawabannya jelas tergantung pada bagaimana kita merumuskan arti agama itu dengan perkataanya.
  Adapun mengenai biografi nabi Konghucu, ia adalah seorang nabi yang hidup sekitar 2500 tahun yang lalu, lahir pada bulan delapan tanggal 27 lemlik 551 SM dan wafat pada bulan dua tanggal 18 lemlik, 479 SM beliau lahir di negeri Lo (bagian tengah jazirah Shantung). Ayahnya bernama Khong Hut, alias Siok Liang seorang perwira keturunan bangsawan negeri Song. Dia seorang perwira di negeri Lu yang berperawakan kekar dan perkasa , berwatak jujur, sederhana dan taat kepada Tuhan, berbakti kepada leluhur dan mencintai tenggang rasa kepada sesamanya.[8] Ibunya bernama Gan Tien Tjay. Nama beliau yang sebenarnya ialah Khiu yang berarti bukit, alias Tong Ni yang artinya anak nomor dua dari bukit Ni. Beliau adalah anak bungsu, mempunyai Sembilan orang kakak perempuan dan seorang kakak laki – laki.[9]
Nabi Kongzi bermarga Kong berawal ada pejabat yang bernama Kongjia pada masa pemerintahan Kaisar Huang Di (2697-2597) keturunan Kong Jia ini kemudian menggunakan Kong sebagai marganya Cheng Tang yang bernama Lu dari dinasti Shang ( 1600-1100 SM ). Ketika Konghucu berusia empat tahun, ia bermain dengan teman- teman sebayanya. Dalam bermain, ia senang memimpin teman-temannya dalam menirukan orang– orang dewasa melakukan upacara sembahyang. Pada ibunya ia pernah meminta alat alat sembahyang tiruan yang disebut Coo dan Too.
Menurut pokok pikiran Konfusianisme, peningkatan kesejahteraan manusia harus dimulai dengan pembinaan seseorang melalui pendidikan. Kemudian, peningkatan ini melangkah menjadi aturan hidup keluarga dan kehidupan bangsa bagi ketenangan dunia dan pada puncaknya bagi terciptanya kesejahteraan yang di idam–idamkan. Menurut Konfusianism, alam manusia akan terjelma dengan baik lewat cinta kasih orang tua dan anaknya. Oleh karena itu, penekanan dengan anaknya baik di sekolah maupun di masyarakat. Apabila seseorang terhadap orang tuanya, dia dapat diharapkan patuh terhadap penguasa, baik terhadap saudaranya dan dapat dipercaya oleh teman temannya.[10]
Konfusius ingin menciptakan suatu tradisi yang baik sehingga orang yang mengikuti tradisi ini akan dapat hidup lebih baik.[11] Oleh karena itu, beliau selalu belajar dari hal- hal yang kuno sebagai cermin bagi masa berikutnya penanggalan dinasti Xia yang dianjurkan Nabi Kongzi akhirnya benar–benar digunakan hingga masa sekarang ini. Setelah kaisar Han Wu Di dari dinasti Han, beberapa abad setelah nabi wafat, memutuskan untuk menggunakan penanggalan dinasti Xia.10 Penanggalan tersebut sekarang lebih dikenal dengan penanggalan Imlek. Selama 13 tahun (497-484 SM) beliau bersama dengan sekelompok murid–muridnya melakukan perjalanan dari satu negeri ke negeri lain. Di dalam perjalanannya tersebut ia seringkali mengalami kegagalan dan kekecewaan. Walaupun begitu, beliau tidak pernah kehilangan keyakinannya pada jalan suci Tuhan dan dalam menjalankan misinya di dunia ini Konfu Zi percaya bahwa Tuhan adalah tujuan akhir berhubungan dengan masalah–masalah manusiawi.[12]



b.      Konsep Ketuhanan Agama Konghucu

Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen)[13]
 Ajaran-ajaran dalam kitab Su Si tidak begitu banyak memuat hal-hal yang berkaitan dengan konsep metafisika. Ajaran metafisika justru banyak bersumber pada kitab klasik, kitab yang sudah ada sebelum Khongcu lahir. Yang dimaksud dengan ajaran metafisika di sini ialah ajaran yang mencakup konsep tentang Tuhan, manusia, alam semesta dan konsep tantang hidup sesudah mati.[14] Tuhan dalam ajaran Konghucu sering disebut Thian atau Tee, yang artinya Tuhan Yang Maha Besar atau Tuhan Yang Maha Menguasai Langit dan Bumi. Di dalam kitab Ngo King biasa diberi kata sifat sebagai berikut:
1.      Siang Thian - artinya Thian Yang Maha Tinggi
2.      Hoo Thian - artinya Thian Yang Maha Besar
3.      Chong Thian - artinya Thian Yang Maha Suci
4.      Bien Thian - artinya Thian Yang Maha Pengasih
5.      Hong Thian - artinya Thian Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta
6.      Siang Tee - Tee Yang Menciptakan Alam Semesta.[15]
Kongcu sendiri percaya adanya Thian yang selalu harus dihormati dan dipuja karena Dialah yang menjaga alam semesta. Oleh karena itu, manusia harus melakukan upacara-upacara keagamaan sederhana dan sekhidmat mungkin agara mendapatkan berkah dari Thian. Dalama kaitan ini, umat manusia harus mencermati dan meneladani tingkah laku orang tua, karena menurut ajaran Konghucu orang tua adalah wakil Thian. Dengan adanya kepercayaan kepada Thian yang oleh pemeluknya diterjemahkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Konghucu dapat dikelompokkan ke dalam kepercayaan monotheis. Kepercayaan ini bersifat dogmatik, yang diyakini umatnya berdasarkan wahyu (agama langit).
Selain kepercayaan terhadap Thian dalam ajaran Konghucu terdapat juga kepercayaan terhadap para malaikat (dewa-dewa), roh-roh suci dan para nabi. Para penganutnya perlu melakukan penghormatan, sesajian dan peribadatan mereka.[16] Soal Ketuhanan, soal hari kiamat dan akhirat, soal hidup sesudah mati tidak pernah disinggung-singgung.
Adapun yang dimuliakan dan dipuja oleh mereka adalah alam (termasuk roh-roh, dewa-dewa, gunung, sungai-sungai, angin), leluhur (termasuk kebaktian teman), dan langit (ahli-ahli sejarah agama menganggap bahwa dewa langit adalah yang tertua)[17] .
Menurut Kong Hu Cu hidup ini ada dua nilai, yaitu Yen dan Li. Yen artinya cinta atau keramahtamahan dalam hubungan dengan seseorang, sedangkan Li artinya keserangkaian antara perilaku, ibadah, adat istiadat, tata krama dan sopan santun. Kong Hu Cu mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi tempat orang besar, yaitu kagum terhadap perintah Tuhan, kagum terhadap orang-orang penting, dan kagum terhadap kata-kata orang bijaksana. Orang yang tidak kagum terhadap tiga hal tersebut atau malah tidak berperilaku sopan dan menghina kata-kata bijaksana adalah orang-orang yang picik.[18]

c.       Penyebaran dan Perkembangan Agama Konghucu di Indonesia
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dapat diketahui bahwa hubungan antara Tiongkok atau Cina sekarang dengan Indonesia telah terjadi sejak zaman prasejarah dan berlangsung sedemikian rupa sehingga mencapai taraf akulturasi yang relatif sempurna. Ini berarti bahwa pada waktu itu kedatangan orang-orang Tiongkok ke Nusantara diterima secara terbuka. Dan oleh karena sejak tahun 136 SM, agama Konfusius ditetapkan sebagai agama negara, maka orang-orang Cina yang datang ke Nusantara pada masa-masa sesudahnya juga membawa sistem budaya dan agama Konfusianisme, yang di Indonesia dikenal dengan sebutan agama Kong Hu Cu. Para perantau Cina ini menyebar di beberapa kepulauan Nusantara, kemudian mendirikan lembaga-lembaga agama seperti abu untuk menghormat arwah leluhur dan kelenteng-kelenteng. Demikianlah di daerah seperti Ujung Pandang, Manado, Jakarta, Tuban, Rembang, Lasem dan sebagainya dapat ditemukan kelenteng-kelenteng yang usianya sudah sangat tua.[19]
            Pada zaman penjajahan, perkembangan agama Konghucu di Indonesia ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi yang berusaha untuk memajukan agama tersebut dikalangan para pemeluknya. Sebagai missal, pada tahun 1918 di Sala berdiri sebuah lembaga agama Kong Hu Cu yang dissebut Khong Kauw Hwee, yang pada tahun 1925 mendirikan suatu lembaga pendidikan agama. Usaha untuk memajukan dan mempersatukan paham Konfusius di Indonesia ini pada tahun-tahun berikutnya tetap giat dilakukan melaui konperensi-konperensi yang disselenggarakan di beberapa kota, seperti Sala, Yogyakarta, Bandung dan lain-lain. Teatpi, dengan meletusnya Perang Dunia ke II dan masuknya balatentara Jepang ke Indonesia, kegiatan-kegiatan Khong Kauw Hwee secara nasional menjadi praktis terhenti.[20]
            Setelah kemerdekaan, lembaga-lembaga agama Konghucu yang pada masa-masa sebelumnya hampir lumpuh mulai memperlihatkan keaktifannya kembali. Pada tanggal 11-12 Desember 1954 di Sala diadakan konferensi antar tokoh-tokoh Agama Khonghucu untuk membahas kemungkinan ditegakkan kembali Lembaga Agama Khonghucu secara Nasional setelah tidak ada kegiatan semenjak pecahnya perang dunia ke II dan masuknya Jepang ke Indonesia. Akhirnya pada konferensi yang diselenggarakan di Sala pada tanggal 16 April 1955 disepakati dibentuk kembali Lembaga Tertinggi Agama Khonghucu Indonesia dengan memakai nama Perserikatan K’ung Chiao Hui Indonesia yang diketuai Dr. Sardjono.
            Sejak berdirinya secara periodik diadakan Kongres/MUNAS. Pada awal pemerintahan Orde Baru, tepatnya tanggal 23-27 Agustus 1967 telah diadakan Kongres ke-VI di mana Soeharto yang pada waktu itu sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia berkenan memberikan sambutan tertulis yang antara lain mengatakan bahwa, "Agama Konghutju mendapat tempat yang layak dalam negara kita jang berlandaskan Pantjasila ini.”[21]
            Namun, pada kenyataannya masa Orde Baru adalah catatan sejarah terburuk bagi perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pada masa itu terjadi diskriminasi bagi penganut agama Khonghucu di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1470/1978 yang pada intinya mengungkapkan bahwa pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengaturan dalam Undang-Undang ini sama dengan Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps. Tahun 1965 yang mengakui enam agama. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tersebut, secara tidak langsung telah menyingkirkan agama Khonghucu yang pada sensus tahun 1976 penganutnya mencapai jumlah satu juta orang. Hal tersebut di atas telah membuat beberapa hak asasi dari penganut agama Khonghucu telah dilanggar. Kebebasan untuk memeluk agama, beribadah, hak-hak sipil, banyak dilanggar dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1470/1978. Instruksi Presiden ini seakan telah menyingkirkan umat Khonghucu.Hal ini masih diikuti beberapa pengaturan lain yang makin mediskriminasikan umat Khonghucu.
Selama lebih dari 20 tahun umat Khonghucu terombang-ambing dengan ketidakpastian. Akhirnya, pada masa reformasi, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Dengan adanya Keppres ini, umat Khonghucu dapat menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan agamnya tanpa rasa takut lagi. Kemudian pengakuan Khonghucu sebagai agama membawa dampak yang amat banyak dalam perkembangan Hak Asasi Mansia di Indonesia. Tidak hanya berhenti pada pengakuan agama saja namun juga diperbolehkannya budaya Cina untuk dipelajari dan dipertunjukkan di Indonesia. Berbagai pengakuan seperti pemberian hak-hak sipil dan erpolitik, serta ekonomi sosial dan budaya yang pada masa sebelumnya tidak pernah didapatkan oleh etnis Tionghoa, mulai didapatkan pada era reformasi ini.
Pengakuan agama Khonghucu di Indonesia saat ini baru berlangsung sekitar sepuluh tahun. Kemungkinan masih ada kebijakan-kebijakan pemerintah orde baru, yang dirasa merugikan dan tidak adil bagi kaum minoritas seperti kaum Khonghucu dan etnis Tionghoa. Peraturan yang demikian haruslah segera dicabut ataupun direvisi untuk memberikan hak-hak masyarakat pada umumnya, dan Warga Negara Indonesia pada khususnya.[22]


d.      Etika Dalam Agama Konghucu            
Dengan dasar keimanan Agama Khonghucu, diturunkanlah ajaran moral dan etika yang langsung menyangkut prilaku di dalam penghidupan yang bersifat praktis. Dalam hal ini wajib dicamkan bahwa betapapun indah, praktis dan bermanfaatnya ajaran itu, tanpa dasar keimanan yang mantap maka akan menjadi dangkal dan gersang. Sayangnya, banyak orang mempelajari dan melihat Agama Khonghucu hanya dari segi moral dan etika yang bersifat praktis saja tanpa mau tahu dasar keimanannya. Jelas cara yang demikian itu tidak tepat dan hasilnya akan jauh dari kebenaran.
Untuk mengenal  ajaran etika Khonghucu secara mendalam, maka kita harus mengenal apa yang disebut dengan San Kang (tiga hubungan tata karma), Ngo Lun (Lima norma kesopanan dalam masyarakat ), Pa Te (Delapan sifat mulia atau delapan kebijakan ), pentingnya nilai belajar bagai manusia dan etika terhadap makluk halus.
1.      San kang (tiga hubungan tata karma)
Pengertian dari San Kang atau tiga hubungan tata karma ini adalah :
a.       Hubungan raja dengan menteri atau atasan dengan bawahan
Ungkapan khonghucu :
“seorang raja memperlakukan mentrinya dengan Li  (kesopanan atau penuh dengan budi pekerti  yang baik). Seorang mentri mengabdi kepada raja dengan kesetiaannya.” (Lun Gi  III: 19)
Perkataan khonghucu diatas menggambarkan bahwa seorang pemimpin haruslah bersifat arif dan bijaksana terhadap orang yang dipimpinnya, dan begitu juga seorang bawahan haruslah dapat menghormati atasannya sebagai mana layaknya seorang atasan.
b.      Hubungan orang tua dengan anak
Khonghucu juga membicarakan tentang hubungan bapak dengan anak-anaknya, dan juga sebaliknya hubungan anak dengan orang tuanya.
Perkataan khonghucu :
  “ Raja berfungsi sebagai fungsi, menteri  berfungsi sebagai  menteri, ayah berfungsi sebagai ayah dan anak berfungsi sebagai anak.” (Lun Gi XII: II)
Perkataan khonghucu di atas menggambarkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari , seseorang harus dapat menempatkan fungsi sosialnya dengan baik.
c.       Hubungan suami dengan istri
Bagi Khonghucu hubungan suami  dengan istri haruslah juga didasarkan pada sifat-sifat baik dan terpuji. Seorang suami haruslah dapat menghormati  istrinya dan begitu juga sebaliknya.  Hal ini dapat dilihat dari kata-kata Mencius di bawah ini :
“Menurut (mengikuti) sifat-sifat yang benar itulah jalan suci bagi seorang wanita”. (Mencius III, 2;2) istri yang baik itu adalah istri yang tunduk dan patuh terhadap printah suaminya, dan istri yang tidak baik adalah istri yang selalu melanggar  perintah suaminya.
Jika seorang istri dapat menuruti perintah suaminya, bukan berarti suami dapat berbuat sekehendak hatinya, namun suami hendaklah dapat berbuat yang terbaik untuk istrinya. Bagi khanghucu sebaiknya suami bersikap sebagai seorang kuncu (manusia budiman) yang dapat menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.

2.      Ngo Lun (lima norma kesopanan dalam masyarakat)
Ngo Lun itu juga disebut sebagai Wu Luen, yang artinya juga “lima norma kesopanan dalam masyarakat”. Baik Ngo Lun, maupun Wu Luen, mempunyai arti yang sama.
Dalam San Kang dibicarakan tentang:
1. Hubungan raja dengan menteri atau hubungan atasan dengan bawahan.
2. Hubungan Ayah dengan anak,
3. hubungan suami dengan istri.
Sedangkan, Dalam Ngo Lun, ketiga hubungan tersebut ditambah dengan dua hubungan lagi yaitu:
a.      Hubungan saudara dengan saudara
perkataan Khonghucu tentang hubungan saudara dengan saudara:
 “Seorang muda, di rumah hendaklah erlaku bakti, di luar (rumah) hendaklah bersikap rendah hati, hati-hati sehingga dapat dipercaya, menaruh cinta kepada masyarakat, dan berhubungan erat dengan orang yang berperi cinta kasih.” (Lun Gi, I:6)
b.      Hubungan teman dengan teman
Khonghucu mengatakan :
“Ada tiga macam sahabat yang membawa manfaat dan ada tiga seorang sahabat yang membawa celaka. Seorang sahabat yang lurus, yang jujur, dan yang berpengetahuan luas, akan membawa manfaat. Seorang  sahabat yang licik, yang lemah dalam hal-hal baik, dan hanya pandai memutar lidah akan membawa celaka. (Lun Gi, XIV : 4)[23]

B.        Kitab-kitab Suci Agama Konghucu
            Kitab suci merupakan suatu pedoman agama bagi para pengikut suatu agama. Tanpa kitab suci, sulit bagi kita untuk mengetahui kebenaran ajaran suatu agama. Kitab suci suatu agama adalah kitab yang berisikan ajaran moral yang dapat dijadikan pandangan hidup bagi para pengikutnya.
Kitab suci agama Konghucu sampai pada bentuknya yang sekarang mempunyai masa perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci yang tertua berasal dari raja suci Giau (2357-2255 SM) dan yang termuda ditulis oleh Bingcu (wafat tahun 289 SM), meliputi masa sekitar 2000 tahun. Kitab suci yang berasal dari para Nabi Purba sesuai dengan wahyu yang diterima langsung Nabi kongcu dari Tuhan Ynag Maha Esa disempurnakan dan dihimpun, kini disebut Ngo King (Kitab suci yang kelima) sebagai kitab suci yang pokok.
              Ajaran-ajaran Nabi Kongcu dibukukukan oleh para muridnya dan dipertegas oleh Bingcu yang terhimpun dalam kitab Su Si (Kitab keempat).[24] Dilihat dari ajarannya, Konghucu merupakan kumpulan ajaran yang bersumber dari ajaran klasik sebelum Kongcu lahir. Menurut penganutnya, Konghucu merupakan ajaran yang telah diturunkan oleh Thian (Tuhan Yang Maha Esa) lewat para Nabi dan Raja Suci Purba, ribuan tahun sebelum Kongcu lahir. Sejak Raja Suci Tong Giau (2357 SM - 2255 SM) dan Gi Sun (2255 SM - 2205 SM) telah diletakkan dasar-dasar agama Konghucu, dengan didampingi oleh Nabi Koo Yau dan Nabi Ik yang sekarang tersusun dan dapat dibaca dalam Su King (Kitab Dokumentasi Sejarah Suci).
Di samping Su King (Ajaran Klasik) terdapat juga kitab Si King (Sajak), Ya King (Kejadian), Lee King (Kesusilaan dan Peribadatan), dan Chun Chiu King (Sejarah Zaman Chin Chiu). Kelima kitab ini merupakan kitab suci (Ngo King) klasik yang sudah ada di abad sebelum Kongcu lahir. Kongcu lebih berperan sebagai penghimpun, penyusun, dan penerus ajaran Raja Suci dan Nabi Purba. Is bukan pencipta ajaran klasik Ji Kau, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Sabda Suci VII, 1. 2: “Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku sangat menaruh percaya dan suka kepada yang kuno itu.” Dengan demikian apa yang sekarang disebut ajaran Konghucu atau agama Konghucu (Ji Kau = Ru Chiao) bukanlah ajaran yang ada dan lahir pada zaman Kongcu hidup, tetapi sudah ada 2068 tahun sebelumnya. Kongcu berperan menghidupkan kembali ajaran klasik.[25]
Kitab Ngo King sendiri diteliti dan dikodifikasikan pada abad ke-2 SM (2 abad setelah Kongcu wafat), yakni pada zaman Dinasti Han oleh seorang toloh bernama Tang Tiong Su. Kemudian pada tahun 79 M diperiksa ulang untuk menyamakan penafsiran Ngo King oleh musyawarah besar tokoh-tokoh Konghucu yang hasilnya dibukukan dalam sebuah kitab Pik Hau Thong.
Secara substansial kitab-kitab suci tersebut merupakan sumber dari ajaran Konghucu yang oleh pengikutnya dijadikan pedoman dan acuan dalam pemikiran, tingkah laku, dan kepercayaan. Kitab suci dianggap sebagai wahyu dari Thian (Tuhan) yang diturunkan kepada mereka yang dianggap sebagai nabi. Kumpulan wahyu tersebut oleh para tokoh agamanya telah diteliti dan dibukukan menjadi kitab suci. Apabila dikelompokkan, esensi kitab-kitab suci tersebut di atas meliputi metafisika, etika, dan upacara peribadatan.[26]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kitab suci agama Konghucu  terdapat 3 kelompok, yakni:

1.         Su Si / Shi Su / Empat Buku
Merupakan kitab suci yang langsung bersumber pada nabi Kongcu hingga Bingcu.
Kitab Suci ini terhimpun dan terbukukan dari Nabi Khongcu oleh para penerusnya. Terdiri dari:
a.      Kitab Thai Hak / Da Xue (Kitab Ajaran Besar)

             Ditulis oleh Cingcu / Zheng Zi atau Cham / Can alias Cu I / Zi Xing, murid Nabi Khongcu dari angkatan muda. Terdiri dari 1 Bab utama 10 Bab uraian, 1753 huruf + 134 / V.Merupakan Kitab Tuntunan panduan pembinaan diri yang berisi tentang etika dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Dalam kata pengantar kitab Thai Hak  tersebut dikatakan bahwa Thai Hak ini adalah kitab warisan mulia kaum Khong yang merupakan ajaran permulaan untuk memasuki pintu gerbang kebajikan. Dengan mempelajari kitab Thai Hak ini dapat diketahui cara belajar orang zaman dahulu. Siapa yang akan mempelajari kitab – kitab lainnya seperti Lun Yu atau Lun Gi (sabda suci), Tiong Yong atau Zhong Yong (tengah sempurna), dan Bingcu atau Mencius, dapat mulai dengan mempelajari kitab Thai Hak ini.[27]

b.      Kitab Tiong Yong / Zhong Yong (Kitab Tengah Sempurna)
Ditulis oleh Cu Su / Zi Shi alias Khong Khiep, cucu nabi Kongcu.yang kemudian disusun lagi oleh Zi Hi.Terdiri dari satu bab utama 32 bab uraian, 3.568 huruf. Merupakan kitab keimanan bagi Umat Ji.[28] Kitab Tiong Yong ini berarti tengah sempurna. “tangah” diartikan “tepat sasaran”, ditambahkan lagi bahwa “tengah” itu “jalan yang lurus di dunia” dan “sempurna” adalah “hukm tetap dunia”. Dapat juga dikatakan bahwa “tengah sempurna” itu adalah berbuat sesuai dengan hukum alam.[29]
Disamping membicarakan mengenai Tiong Yong itu sendiri, kitab ini juga membicarakan tentang arti agama, Thian (Tuhan Yang Maha Esa), susilawan (Kuncu), Tuhan dan manusia yang susila (kuncu), serta membicarakan mengenai keperwiraan , ajaran – ajaran etika, keimanan, jalan suci Tuhan Yang Maha Esa, dan hukum – hukum yang ada dalam alam ini.

c.       Kitab Lun Gi / Lu Yu (Kitab Sabda Suci)
Merupakan kumpulan perkataan Khonghucu, yang disusun para pengikutnya setelah Khonghucu wafat. Kitab ini ada tiga macam, yaitu versi Naskah Kuno, versi Shi’I, dan versi Lu. Yang kebanyakan dipakai sekarang adalah versi Lu. Antara ketiga versi itu berbeda-beda.[30]
            Secara umum kitab ini berisi tentang Hak Ji (belajar), Wi Cung (pemerintahan), Pat Let (tarian/ seni), Li Jien (cinta kasih), nama – nama orang, Hiang Tong (kampong), dan lain- lain. Secara khusus Lun Yu berisikan hal – hal yang berhubungan dengan pembicaraan dan nasehat yang diberikan oleh Khonghucu yang berkaitan dengan kondisi masa itu.[31]

d.      Kitab Bingcu / Mencius (Kitab Bingcu)
Sebagian ditulis Bingcu sendiri, sebagian merupakan catatan Ban Ciang / Wan Zhang dan Khongsun Thio / Gong Sunchou, murid-muridnya. Terdiri dari 7 Bab, masing-masing A dan B, 35.377 huruf. Merupakan kumpulan tulisan yang mencatat percakapan Bingcu dalam menjalankan kehidupan masa itu dengan menegakkan ajaran – ajran Khonghucu. Pendirian Bing Cu adalah mengungkapkan cinta kasih dan kebenaran, menebarkan jalan suci, kebajikan, dan mengakui Tuhan Ynang Maha Esa (Thian).[32]

2.      Ngo King / Lima Kitab
Kelompok kedua ini, merupakan  kitab-kitab suci yang berasal dari para Nabi Purba dan Raja Suci, merupakan kitab-kitab Suci yang mendasari agama Khonghucu. Ngo King ini dihimpun, diperbagus, disusun, dan terbukukan oleh Nabi Khongcu.
Terdiri dari :

   a. Kitab Sie King / Shi Jing (Kitab Sajak)
Kitab ini terdiri dari 39.222 huruf yang berisikan kumpulan sajak ata nyanyian yang bersifat lagu rakyat yang berasal dari berbagai negeri, sajak ini dibagi ke dalam empat bagian nyanyian untuk upacara istana dan nyanyian untuk mengiringi uapacara ibadah, yaitu:Kok Hong ( Nyanyian Rakyat ), Siau Nge ( Pujian kecil ), Tai Nge (pujian besar), dan Siong ( Pemujaan /Puja).
Sajak yang tertua berasal dari Dinasti Siang 1766-1122 SM, sedangkan yang termuda berasal dari jaman Raja Muda Ciu Ting Ong ( 605-586 SM).[33]
Sie King dibagi menjadi 4 Bab, yakni :
- Kok Hong / Guo Feng / Nyanyian Rakyat atau Adat Istiadat
15 Buku 160 Sajak
- Siau Nge / Xiau Ya / Pujian Kecil, pengiring upacara di istana.
8 Buku 80 Sajak
- Tai Nge / Da Ya / Pujian Besar kepada Nabi Ki Chiang / Bun Ong
3 Buku 31 Sajak
- Siong / Song untuk mengiringi upacara peribadahan
3 Buku 40 Saja.


b.      Kitab Shu King / Shu Jing (Kitab Hikayat)
kitab ini berisikan teks – teks dokumentasi sabda, peraturan, nasehat, maklumat para nabi dan raja – raja suci purba. Kitab yang tertua berasal dari zaman sekitar abad ke-23 S.M. dan yang terakhir berasal dari zaman pertangahan dinasti Ciu, sekitar abad ke-6 S.M.[34]
Su King terdiri dari 25.700 huruf, tersisa 58 Bab. Terdiri dari 4 Buku 6 Jilid, yaitu :
 1. Gi su, 5 Bab, Hikayat Tong Giau ( 2357 – 2255 SM ) & Gi Sun ( 2255 – 2205 SM ) Didalamnya terdapat Giau Tian ( perundangan Baginda Giau ) dan Sun Tian ( perundangan Baginda Sun ).
 2. He Su, 4 Bab, Naskah-Naskah Dinasti He (2205 – 1766 SM )
 3. Siang Su, 17 Bab, Naskah-Naskah Dinasti Siang ( 1766 – 1122 SM ).
 4. Ciu Su; A, B, C; 32 Bab, Naskah - Naskah Dinasti Ciu (1122-255 SM).

c.       Kitab Ya King / Ya Jing / I Ching (Kitab Perubahan)
Kitab ini mengemukakan tentang sistem filsafat yang fantastis, yang menjelaskan arti dasar tentang Yin (wanita) dan Yang (pria). [35]

d.      Kitab Li Chi (Kitab tentang Upacara-upacara)
Konfusius menyetujui beberpa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat dan membawa kehalusan budi, keagungan dan kesopanan ke dalam tingkah laku social mereka. Ia menyoroti asal – usul dan pentingnya upacara – upacara kuno dan mengingatkan bahwa Li adalah suatu pernyataan perasaan. Dengan mengkritik praktek –praktek yang merendahkan derajat, ia menyatakan bahwa Li tanpa perasaan adalah tidak lain daripada upacara – upacara yang pura – pura saja.


e.       Kitab Chu’un Chi’ii / Sejarah Musim Semi dan Musim Rontok
Berisi catatan kronologis tentang peristiwa – peristiwa di negeri Lu mulai tahun pertama pemerintahan Pangeran Yiu (722 S.M.) hingga tahun keempat belas dari pemerintahn Pangeran Ai (481 S.M). menurut Chu Chai, tema pokok kitab ini adalah menempatkan noram – norma pemerintahan yang baik, menetapkan kembali pangeran – pangeran yang merebut kekuasaan di tempat mereka semula dan menghukum menteri – menteri yang berbuat salah sehingga perdamaian dunia dan persatuan dapat dipulihkan.[36]
Selain Kitab Ngo King dan Su Si, ada 1 kitab lagi yang tidak boleh tidak dipentingkan. Yaitu:

3.      Hauw King / Xiao Jing (Kitab Bakti)
Ditulis oleh Cingcu, murid Nabi Khongcu yang terdiri dari 18 Bab. Berisi percakapan Nabi Khongcu dengan Cingcu. Merupakan Ajaran tentang Berbakti dan Memuliakan Hubungan. Zaman dahulu, seorang murid wajib memulai pendidikan dengan belajar Hauw King, baru kemudian belajar Su Si dan terakhir Liok King / Liu Jing / Enam Untaian / Himpunan Kitab ( atau yang dikenal sebagai Ngo King).[37]

C.  Ajaran-ajaran Pokok Agama Kong Hu Cu
Kong Hu cu mengembangkan ajaran-ajaran tentang ketuhanan , keimanan , dan tentang kehidupan setelah kematian. Adapun penjelasannya seperti dibawah ini:

  1. Ajaran tentang ketuhanan
Dalam Khonghucu sendiri istilah Tuhan disebut dengan Thian. Dalam kitab-kitab agama Khonghucu terdapat banyak berbicara tentang Thian atau Tuhan YME. Diantaranya terdapat dalam kitab She Cing (kitab puisi). Dalam kitab ini banyak berbicara tentang Tuhan YME. Yang dalam umat Khonghucu disebut dengan Thien dan Shang Ti. Ada sebuah syair dari kitab She Cing tersebut yaitu :
“kekuasaan dan bimbingan dari Thian (Tuhan YME) sangat luas dan dalam hal ini diluar jangkauan suara, sentuhan, atau penciuman” (She Cing IV Wen Wang 1/7).
“Oh, betapa besarnya Shang Ti (Tuhan Yang Maha Kuasa), berkahnya tercurahkan kebumi, dengan pandangan yang menyeluruh dengan perhatian yang seksama mengatur segala makhluk didunia agar hidup dalam berkecukupan (She Cing IV Wen Wang VII/I)”
Syair diatas, ditulis jauh sebelum Khonghucu lahir, menurut perkiraan para ahli sejarah, Syair-syair tersebut ditulis kira-kira 1000 tahun sebelum kelahiran Khonghucu atau sekitar tahun 1550 SM. Dari syair diatas bahwa dapat dikatakan bahwa karya-karya klasik yang ditulis 1000 tahun sebelum kelahiran Khonghucu tersebut, sudah mengenal konsep Tuhan yang mereka kenal dengan Thien dan Shang Ti.
Istilah Tuhan paling jumpai dalam kitab Su Cing dan She Cing, bahkan beberapa kali diulang kata Thien dan Shang Ti, didalam kitab tersebut istilah Thien dijumpai sebanyak 85 kali dan istilah Shang Ti dijumpai sebanyak 336 kali. Ini menunjukan bahwa umat Khonghucu juga memiliki konsep theistik. Atau sebelum Khonghucu lahir punsudah memiliki konsep Tuhan sendiri, mereka gambarkan konsep Tuhan sebagai suatu zat maha tinggi yang bisa mengatur kehidupan manusia dibumi ini atau sebagai zat yang menciptakan adanya alam ini.[38]
Agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkiarakan dan ditetapkan. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen). Banyak sekali bahwa Khonghucu berbicara tentang Tuhan, ini dilihat dari beberapa banyak kitab-kitabnya. Umat Khonghucu pun juga mengenal istilah Thian Li dan Thian Ming.
    Thian Li adalah Tuhan Yang Maha Esa atau sesuatu yang absolut, yang mutlak dab tidak dijadikan oleh siapa pun. Segala sesuatu yang ada dialam semesta ini berjalan menurut hukum-hukumnya (Thien Li), istilah Thian Li ini sebenernya bersumber pada pada pengertian Thian yang mengalami penafsiran atau perluasan pada masa Neo-Konfusianisme. Jadi Thian Li itu sendiri bukanlah nama lain dari Thian. Akan tetapi dekat dengan pengertian firman Thian atau hukum-hukum dan peraturan yang bersumber dari Thian.
    Thian Ming dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah dijadikan atau sesuatu yang telah terjadi. Pangeran Chou pernah mengajarkan Thien Ming, yang isinya bahwa Thien memberikan ketetapan kepada seseorang untuk memimpin bangsa atau negara. Artinya bahwa seorang manusia harus menjalankan tug a dan kewajibannya sesuai dengan kehendak Tuhan atau Thian. Intinya yaitu melakukan kebajikan, bila seseorang tidak menjalankan kebajikan tersebut maka ia kehilangan amanat dan tugas, artinya gagal dalam kehidupan ini, dan sebaliknya bila menjalankan atau mengembangkan maka ia dikatakan sebagai manusia yang berhasil dalam kehidupannya, yaitu menjadi keharmonisan dalam hidupnya.[39]

  1. Ajaran tentang keimanan
Dalam agama Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan Iman, diantaranya ada delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
1.      Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
         Sing Sien Hong Thian ( sepenuh iman percaya tehadap Tuhan Yang Maha Esa).
– Bu Ji  Bu Gi ( jangan mendua hati, jangan bimbang).
– Siang Tee Liem Li ( Tuhan Yang Maha Tinggi Besertamu).
2.      Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
– Sing Cun Khoat Til ( sepenuh iman menjunjung kebajikan).
– Bu Wan Hut Kai ( tiada jarak jauh tak terjangkau).
– Khik Hiang Thian Siem ( sungguh hati Tuhan merahmati).
3.      Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
– Sing Liep Bing-bing ( sepenuh iman menegakkan firman gemilang)
– Cun Siem Yang Sing ( jagalah hati, rawatlah watak seajati).
– Cik Tu Su Thian ( mengabdi Tuhan)
4.      Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
– Sing Ti Kwi Sien ( sepenuh iman sadar adanya nyawa dan roh).
– Cien Siu Kwa Yok ( tekunlah membina diri, kurang keinginan).
– Hwat Kai Tiong Ciat (bila nafsu timbul, jagalah tetap terbatas tengah).
5.      Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
– Sin Yang Haw Su ( sepenuh iman merawat cinta berbakti).
– Liep Sien Hing Too ( tegakkan didi menempuh jalan suci).
– I Hian Hu Boo ( demi memuliakan Ayah Bunda).
6.      Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
– Sing Sun Bok Tok ( sepenuh iman mengikuti genta rohani).
– Ci Cun Ci Sing ( yang terjunjung, Nabi agung).
– Ing Poo Thian Bing ( yang dilindungi firman Tuhan).
7.      Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
– Sian Khiem Su Si ( sepenuh iman memuliakan SuSi).
– Thian He Tai King ( kitab suci besar dunia).
– Liep Bing Tai Pun ( pokok besar tegakkan firman).
8.      Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
- Sing Hing Tai Too ( sepeunuh iman menempuh jalan suci yang Agung)
- Su Ji Put Li ( sekejap pun tidak terpisah).[40]
  1. Ajaran tentang hidup setelah mati
Dalam masyarakat Cina yang menganut paham konfucianisme, ide tentang Tuhan dan kehidupan setelah mati tidak ditolak, dan juga tidak ditekankan untuk diketahui. Dalam pikiran orang Cina langit dan kehidupan orang setelah mati tidak begitu dibahas secara terperinci. Dalam trdisi orang Cina juga dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam upacara kematian, mereka mempersembahkan berbagai korban untuk para leluhur atau para roh-roh keluarganya. Supaya roh-roh tersebut mendapat ketenangan dialam surga. Mengingat kuatnya tradisi pandangan hidup rahaniah yang berlatar belakang pada kepercayaan kepada ahal-hal ghaib itu. Maka dapat dikatakan bahwa landasan hidup religius bangsa Cina adalah dalam bentuk pemujaan-pemujaan terhadap para leluhur (nenek moyang) yang ada di langit dan alam sekitarnya.
Manusia berdo’a pada nenek moyang atau para leluhur mereka, karena itu dinamakan perbuatan anak lai-laki yang berbakti (Hau) pada orang tua. Penyebahan kepada roh-roh hanya berlaku pada lingkungan keluarga saja yang telah meninggal. Pemujaan arwah nenek moyang telah merupakan tradisi bagi bangsa Tionghoa sejak masa sebelum Kung Fu Tze. Tradisi tersebut dikukuhkan oleh Kong Fu Tze karena dipandangnya suatu sumber azasi bai nilai-nilai lainnya.
Menurut kepercayaan, ibu-bapak yang telah meninggal tetap hidup berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Perembahan makanan pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi perlambang santap bersama yang dipandang sakral.

            D.  Sekte-sekte Agama Kong Hu Cu
            Ada banyak sekte-sekte dalam agama ini, yang kemudian sekte-sekte tersebut memiliki pandangan berbeda dalam memahami hubungan antar manusia, misalnya Menurut Meng Tsu sifat dasar manusia itu dapat rusak sebagai akibat dari adanya hubungan hidup yang kasar . ia mengatakan bahwa seorang pria adalah seorang yang tidak kehilanganhati sebagai seorang anak yang amsih kecil, dan ahati anak kecil itu adalah merupakan lambing atau sumber dari semua sumber yang baik dari sifat dasar manusia, yang harus selalu dipegang teguh. Sekalipun demikian sayangnya di dalam hidup ini, jika anjing atau ayam kita hilang, kita selalu berusaha mencarinya, tetapi sedikit sekali dari kita yang mau berusaha untuk memperoleh kebajikan kita yang wajar. Dalam hal pemerintahan Meng Tsu mendukung penuh ajaran gurunya Kong Hu Cu , bahwa pemerintah yang baik itu bukan bergantung pada kekuatan tanpa peri kemanusiaan, tetapi pada teladan yang baik dari penguasa. Untuk mencapai pemerintahan yang baik itu katanya peranan rakyat yang penting diikutsertakan dalam pemerintahan. Rakyat bukan hanya sekedar akar dan dasar bagi pemerintahan, tetapi juga merupakan peradilan terakhir bagi pemerintah.
            Berbeda dengan Meng Tsu yang menjadi penganjur ajaran Kong Hu Cu yang ideal, maka Hsun tsu menjadi penganjur ajaran gurunya yang realistic. HSun Tsu adalah seorang yang tidak percaya pada adanya Tien (surga) sebagai pribadi Tuhan. Menurut pendapatnya Tien itu adalah hukum  alam yang tidak berubah, seperti halnya bintang-bintang,dan lainnya., adalah ketentuan hukum yang besar. Manusia itu kata Hsun Tsu bukanlah Tien yang bertanggung jawab atas kehidupannya, ataupun kebahagiaan dan bencana alam yang dialaminya.  Jadi apabila sandang pangan tersedia cukup dan dimanfaatkan secara ekonomi, tidaklah surge akan membuat Negara miskin. Begitu pula apabila rakyat terus menerus menggunakan tenaganya dengan memadai sesuai dengan musim, tidaklah surge akan menimpa kehidupan rakyat, dan begitu juga jika Tao diikuti dan ridak terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka surge tidak akan mendatangakn kemalangan.
            Jadi Hsun Tsu menolak semua yang sifatnya tahayul, seperti ilmu firasat atau ramalan nasib, dan ia juga mempersoalakan kemanjuran tentang doa-doa permohonan. Ia juga mengkritik Meng Tsu, menurunya sifat dasar manusia itu jahat dan kebaikan tu diperoleh dari lingkungan.


                                            KESIMPULAN

Agama Konghucu adalah agama yang dibawa oleh seorang ahli filsafat Cina yang terkenal sebagai orang pertama pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina yang mendasar. Ajarannya menyangkut kesusilaan perorangan dan gagasan bagi pemerintahan agar melaksanakan pemerintahan dan melayani rakyat dengan teladan perilaku yang baik. Dalam mengajarkan ajaran-ajarannya ia tidak suka mengkaitkan dengan paham ketuhanan, ia menolak membicarakn tentang akhirat dan soal-soal yang bersifat metafisika, ia hanya seorang filosof sekuler yang mempermasalahkan moral kekuasaan dan akhlak pribadi manusia yang baik.
Mengenai konsep ketuhanan dalam agama Konghucu Tuhan itu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman. Tuhan dalam ajaran Konghucu sering disebut Thian atau Tee, yang artinya Tuhan Yang Maha Besar atau Tuhan Yang Maha Menguasai Langit dan Bumi. Selama masa penyebaran dan perkembangannya agama Konghucu berhasil menyebarluas hingga ke Indonesia dari mulai masa penjajahan, kemerdekaan, orde baru hingga era reformasi.
Kitab suci agama Konghucu  terdapat 3 kelompok, yakni: Su Si / Shi Su (Empat Buku), Ngo King (Lima Kitab) dan Hauw King / Xiao Jing (Kitab Bakti). Secara substansial kitab-kitab suci tersebut merupakan sumber dari ajaran Konghucu yang oleh pengikutnya dijadikan pedoman dan acuan dalam pemikiran, tingkah laku, dan kepercayaan. Kitab suci dianggap sebagai wahyu dari Thian (Tuhan) yang diturunkan kepada mereka yang dianggap sebagai nabi. Kumpulan wahyu tersebut oleh para tokoh agamanya telah diteliti dan dibukukan menjadi kitab suci. Apabila dikelompokkan, esensi kitab-kitab suci tersebut di atas meliputi metafisika, etika, dan upacara peribadatan.
Konghucu mengembangkan ajaran-ajaran tentang ketuhanan , keimanan , dan tentang kehidupan setelah kematian. Salah satu contoh ajarannya bahwa menurut kepercayaan, ibu-bapak yang telah meninggal tetap hidup berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Perembahan makanan pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi perlambang santap bersama yang dipandang sakral.
Demikian mengenai sekte-sekte dalam agama. Konghucu pun memilikinya seperti sekte Hsun Tsu yang menolak semua yang sifatnya tahayul, seperti ilmu firasat atau ramalan nasib, dan ia juga mempersoalakan kemanjuran tentang doa-doa permohonan. Ia juga mengkritik Meng Tsu, menurunya sifat dasar manusia itu jahat dan kebaikan tu diperoleh dari lingkungan.






DAFTAR PUSTAKA

Oei, T Lee, Etika Konfusius Dan Akhir Abad 20, Solo, Matakin, 1991

Buku kenangan MUNAS XVI MATAKIN & Peresmian kelenteng Kong Miao TMII, Jakarta, Matakin 2010

Tjay, Ing Tjie, Kitab Pengantar Membaca Susi. Solo, Matakin, 1983

____________, Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20, Solo, Matakin, 1991

Buanadjaya, Sidartanto, Ru Jiao, Agama Khonghucu, Solo, Matakin, 2002

Tedjo, Tony, Mengenal Agama Hindu, Buddha dan Khonghucu, Bandung, Agape, 2008


Hart, M H, 1982: 53 dikutip dari kamiluszaman.blogspot.co.id

Nahrawi, Nahar, Memahami Kong Hu Cu sebagai Agama: Jakarta, 2003,
Wasim,Alef, dkk. Agama-agama Dunia. Yogyakarta, PT. HANINDITA, 1988
Hadikusuma, Hilman Antropologi Agama I, Bandung, PT Citra Adtya Bakti, 1993, cet. I
Ahmadi, Abu, Perbandingan Agama, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1991, cet. XVII

Mathar, Qosim, Sejarah,Teologi, Dan Etika Agama-agama, Sleman, Pustaka Pelajar, 2003
Tanggok, M Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, Pelita Kebajikan, Jakarta, 2005






[1] M. H. Hart 1982: 53 dikutip dari kamiluszaman.blogspot.co.id
[2] Alef Theria Wasim,dkk. Agama-agama Dunia. Yogyakarta: PT. HANINDITA, 1988, hlm 217
[3] H. Muh. Nahar Nahrawi, Memahami Kong Hu Cu sebagai Agama: Jakarta, 2003, hlm 7-10
[4] Lee T Oei, Etika Konfusius Dan Akhir Abad 20, Solo : Matakin, 1991, hal 53
[5] Buku kenangan MUNAS XVI MATAKIN & Peresmian kelenteng Kong Miao TMII, Jakarta: Matakin 2010, hlm 27
[6] Tjie Tjay Ing. Kitab Pengantar Membaca Susi. Solo: Matakin, 1983, hlm 9
[7] Sidartanto Buanadjaya. Ru Jiao, Agama Khonghucu, Solo: Matakin, 2002, hlm 9
[8] Tony Tedjo. Mengenal Agama Hindu, Buddha dan Khonghucu, Bandung: Agape, 2008, hlm 115
[9] Tjie Tjay Ing. Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20, Solo: Matakin.1991, hlm 86

[10] A. Zaenurrofik, China Naga Raksasa Asia, Jogjakarta: penerbit Garasi, 2008, hlm 59
[11] P. Hariyono,  Kultur China Dan Jawa, Jakarta: pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm 22
[12] Rip Tock. Hari lahir nabi kongzi, Bandung: Matakin. 2004, hlm 27

[13] Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama I, Bandung: PT Citra Adtya Bakti, 1993, cet. I, hlm 253
[14] Nahar Nahrawi, Memahami Khonghucu Sebagai Agama, hlm 37
[15] Nahar Nahrawi, Memahami Khonghucu Sebagai Agama, hlm 37-38
[16] Nahar Nahrawi, Memahami Khonghucu Sebagai Agama, hlm 41
[17] Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991, cet. XVII, hlm 78
[18] Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama I, Bandung: PT Citra Adtya Bakti, 1993, hlm 252
[19] Alef Theria Wasim,dkk. Agama-agama Dunia, Yogyakarta: PT. HANINDITA, 1988, hlm 229
[20] Alef Theria Wasim,dkk. Agama-agama Dunia, hlm 229
[23] Dikutip dari http://taoklp5.blogspot.co.id/2012/05/etika-dalam-agama-khonghucu.html
[24] Moh. Qosim Mathar, Sejarah,Teologi, Dan Etika Agama-agama, Sleman: Pustaka Pelajar 2003, hlm 53
[25] Moh. Qosim Mathar, Sejarah,Teologi, Dan Etika Agama-agama, hlm 53
[26] Moh. Qosim Mathar, Sejarah,Teologi, Dan Etika Agama-agama, hlm 54
[27] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, Pelita Kebajikan, Jakarta, 2005, hlm 27
[29] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 29-30

[30] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I (Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Khonghucu di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 248
[31] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 30-31
[32] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 38
[33] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 40
[34] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 41
[35] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I, hlm 248
[36] Alef Theria Wasim,dkk. Agama-agama Dunia, hlm 227

[38]  M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 44
[39]  M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 48
[40] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hlm 53